Kamis, 20 Februari 2014
Kamis, 13 Februari 2014
Senin, 10 Februari 2014
Jumat, 07 Februari 2014
MENELUSURI ARTEFAK KESENIAN AJENG
MENELUSURI
ARTEFAK KESENIAN AJENG
DI
KAMPUNG PANGASINAN DESA KARANGLIGAR
KECAMATAN
TELUKJAMBE BARAT KABUPATEN KARAWANG
oleh : Yudi Wahyu Widiana,M.Pd
A.
PENDAHULUAN
Kesenian
ajeng merupakan musik dari kultur Sunda, namun penyebarannya tidak semua daerah Sunda memilikinya, konsep untuk studi musik dari sebuah kultur agar pekerjaan
lebih detail menurut Meriam (1960:109) sbb:
“list six main areas to wich student of one musical culture should give
his attention, in addition to the music itsself: 1. Instrumen 2) words of song;
3) native typology and clasification of music; 4) role status of musicians; 5)
function of music in relation to order aspects of the culture; 6) music as
creative activity.
Tulisan
ini mencoba mendescripsikan kesenian ajeng yang terdapat di kampung Pangasinan bedasarkan enam kategori yang merupakan wilayah garapan
yang perlu mendapatkan perhatian oleh pelajar dalam mempelajari tentang
musik dari sebuah kultur seperti dikemukakan oleh Alan P Meriam, yaitu:
1. Intrumen
2. Syair
lagu
3. Tipologi
penduduk asli dan klasifikasi musik
4. Peran/status
musisi
5. Fungsi
musik dalam hubungnnya dengan urutan aspek-aspek dalam kulturnya
6. Musik
sebagai aktivitas kreatip
Dalam
mengungkap dan mendeskripsikan sebuah artefak seni tentu akan menemui banyak
kesulitan, diantaranya nara sumber dari para pelaku seni ajeng yang sudah
jarang, sehingga dari enam daftar yang dicoba diungkap tidak semua lengkap.
Namun walaupun ada kendala, tetap diupayakan diungkap dengan mewawancarai beberapa nara sumber yang menjadi pelaku seni ajeng yang masih ada.
B.
SEKILAS TENTANG KESENIAN AJENG
Ajéng adalah suatu
perangkat gamelan yang terdapat di Jawa Barat, yang kelengkapan
instrumentasinya (jumlah waditra) hapir sama dengan satu perangkat gamelan
pelog. Ada dua jenis ajéng yang amat berbeda gayanya, pertama yang terdapat di
daerah Sumedang, dan kedua terdapat di wilayah Karawang dan Bogor (khususnya di
Kecamatan Cileungsi).
Tidak ada dokumen yang
menunjukkan kapan gamelan ajéng lahir, tapi dari karakternya yang mengutamakan
waditra gong-berangkai (gong chimes) yang merupakan ciri ensambel musik di Asia
Tenggara, ensambel ini merupakan jenis gamelan yang amat tua. Jaap Kunst,
etnomusikolog Belanda yang mengadakan penelitian gamelan pada tahun 1920-an,
melaporkan tentang ajéng yang ada di kampung-kampung di dataran tinggi timur
Sunda, seperti di daerah Sumedang. Keduanya kini termasuk jenis musik yang
makin kurang mendapat ruang dalam dunia seni pertunjukan di Jawa Barat.
Berkurangnya pertunjukan ajéng itu, pertama adalah karena kurangnya apresiasi
atau perhatian masyarakat, sehingga tidak beminat menanggap. Kedua, akibat dari
pertama, karena makin sedikit, kalau bukan tidak ada lagi yang menanggap,
seniman yang memahami lagu-lagu ajéng itu pun makin tiada.
Perbedaan dari kedua
gaya ajéng itu, di Sumedang (wilayah pegunungan) instrumentasinya lebih
mendekati ensembel gamelan rénténg, sedangkan yang di Karawang dan Bogor
(wilayah pantai) lebih mendekati ensambel gamelan saléndro atau pélog. Selain
itu, jika ajéng Sumedang tidak memakai alat melodis (walau kadang-kadang ada yang
memakai suling), ajéng Karawang dan Cileungsi memakai tarompet¸ yang biasa
digunakan dalam ensambel gendang penca.
Ajéng Sumedang
digunakan hampir khusus untuk penyambutan tamu, seperti halnya gamelan gamelan
rénténg atau degung (dahulu). Melodi utamanya dibawakan oleh bonang, tidak
memakai vokal (penyanyi, sinden), melulu instrumentalis. Penempatan gamelannya
di atas panggung yang dibuat tinggi sekali, sekitar 2-3 meter, dan sering
dibangun di ―mulut kampung, walau jauh dari yang punya hajat. Penonton (tamu
undangan) yang lewat, tidak bisa melihat senimannya, hanya suaranya.
Ajéng Karawang (dan
Cileungsi) juga memiliki persamaan dengan di Sumedang, dalam hal bahwa ensambel
ini dasarnya adalah instrumental, dan dimainkan di panggung tinggi untuk bisa
terdengar lebih jauh, sebagai kabar tentang adanya selamatan. Persamaan dari
sisi konteksnya, baik ajéng Sumedang maupun Karawang sekarang merupakan jenis
kesenian langka yang mendekati kepunahan jika tidak ada upaya pelestarian
strategis
Gamelan ajeng juga terdapat
di daerah Betawi, jenis musik ini diperkirakan berasal dari daerah Pasundan,
tetapi dalam perkembangannya mengalami perubahan-perubahan yang membedakan
dengan Gamelan Ajeng Sunda. Perbedaan ini antara lain terletak pada repertoar,
lagu pada Gamelan Ajeng Sunda tidak terdapat dalam Gamelan Ajeng Betawi. Di
samping pengaruh Sunda, Gamelan Ajeng juga mendapat pengaruh Bali
Musik gamelan merupakan
musik khas Betawi perpaduan musik gamelan Sunda, Jawa, Melayu, dan Cina. Musik
gamelan ini dimainkan bersama-sama dan digunakan untuk mengiringi pertunjukan
topeng serta tari-tarian selain sebagai pengiring lagu-lagu Betawi.
Alat musik Gamelan Ajeng
terdiri dari sebuah kromong sepuluh pencon, sebuah terompet, gendang (dua
gendang besar dan dua kulanter), dua buah saron, sebuah bende, sebuah cemes,
sebuah kecrek, dan kadang-kadang ada yang menggunakan dua buah gong; gong
laki-laki dan perempuan. Dewasa ini berkembang di daerah pinggiran Kota Jakarta
dan sekitarnya dan masyarakat pendukungnya adalah kelompok masyarakat petani.
Konon,
gamelan ini dianggap sakral karena hanya dimainkan pada saat acara pernikahan.
Gamelan Ajeng dilambangkan dengan dua gong besar yang disebut gong lanang dan
gong wadon, memiliki kekhususan hanya dapat ditabuh pada tempat tertentu, yaitu pajengan (sebuah
panggung setinggi dua meter)
C. SEJARAH
SINGKAT GAMELAN AJENG DI KAMPUNG PANGASIANAN
Pangasinan merupakan sebuah kampung disebelah barat
Karawang yang posisinya dekat interchange Karawang Barat dan dekat dengan
kawasan industri KIIC tepatnya berada di Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe
Barat Kabupaten Karawang.
Keberadaan gamelan ajeng di desa
Karangligar menurut Bpk Endang Kurnia, merupakan warisan dari kakeknya yang
bernama Abah Raid dan diperkirakan sudah ada sekitar tahun 50 an atau , dan
pendapat ini diperkuat oleh pernyataan Abah Amo yang merupakan seorang pemain
gamelan ajeng yang juga menantu dari Abah Raid (menikah dengan putri abah Raid
bernama Alm. Ma Oyeh), pada tahun 58 bpk amo menikah dengan Alm. Ma Oyeh serta
menetap di kampung Pangasasinan dan mengatakan bahwa pada tahun 58 gamelan ajeng
sudah ada di Pangasinan dan saat itu sangat ramai mendapatkan undangan untuk
main.
Awalnya Abah Raid memiliki tiga
perangkat gamelan ajeng serta seperangkat wayang kulit yang dimainkan dengan
iringan gamelan ajeng. namun saat ini yang tersisa tinggal satu perangkat saja gamelan
ajeng yang diperuntukan untuk acara mengarak pengantin
. Grup ajeng dari Karangligar dimasa
jayanya dipimpin oleh Bpk. Gateum, yaitu salah seorang pemain ajeng yang
kemudian oleh abah Raid selaku pemilik gamelan mengangkatnya menjadi pemimpin grup.
Sepeninggal Bp Raid kemudian gamelan
ajeng diwariskan kepada putranya yaitu Alm. bpk. Ucang. Dimasa bpk. Ucang,
gamelan semakin bertambah dengan adanya gamelan degung, gamelan pelog untuk
mengiringi wayang golek dan seperangkat goleknya. Untuk gamelan degung
masih lengkap namun sudah jarang digunakan. Sedangkan gamelan pelog lengkap tapi tidak pernah dimainkan,
Tercatat grup wayang golek “Cahya
Purnama” pernah mengalami masa kejayaan di kabupaten Karawang, pada saat itu
banyak di undang di daerah kecamatan Telukjambe, Kecamatan Pangkalan, dan
sampai kedaerah Bekasi seperti kecamatan Cibarusah, dan Cikarang. Grup wayang
golek Cahya Purnama dipimpin dalang Nunung yang merupakan cucu abah Raid.
D.
WADITRA DALAM
GAMELAN AJENG DI PANGASINAN
Waditra gamelan
ajeng untuk arak-arakan terdiri dari:
1. Bende
Bende adalah alat musik
Idiophone terbuat dari logam, yang bentuknya sama persis dengan kempul serta
memiliki alat yang disebut kecemes, serta dimainkan menggunakan alat pukul dari
kayu keras tanpa ada pelindung busa seperti pemukul kempul maupun gong. Kecemes
adalah berbentuk seperti alat musik yaang ada di Bali dan NTB pada musik
gendang beleq, dan kecemes damainkan dengan dipukulkan kepada bende berirama
dan berharmonisasi dengan bunyi dari alat pukul kayu. Bende dimainkan oleh satu
orang pemain dengan cara bersama dipikul dengan kempul. Bende menjadi leader
dalam permainan musik ajeng, sedangkan sedangkan kempul dan kendang menjadi
pengiring, dan tarompet membawakan melodi.
Foto alat musik Bende (dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
Foto Kecemes
2. Tarompet (dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
Tarompet adalah alat musik tiup tergolong aerophone terbuat dari kayu yang
menggunakan double reed yang bergetar
karena tiupan udara, dan berfungsi
membawakan melodi
Foto. Tarompet
3. Kendang
ageung dan kendang alit (kulanter)
Kendang merupakan alat
musik membranophone, dalam permainan musik ajeng untuk mengarak penganten
diamainkan oleh doa orang, satu memainkan kendang ageung dan satu orang lagi
memainkan kendang alit. Hal ini dikarenakan penyajian permainannya dengan cara
berdiri dan sambil berjalan mengarak penganten.
Foto Kendang ageung dan kendang alit (dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
4. Kempul
Kempul adalah alat musik Idiophone yang
dimainkan dengan dipukul menggunakan alat pukul dari kayu yang dibalut oleh
kain. Dan kempul dimainkan oleh satu orang dengan cara dipanggul dengan alat
musik bende didepannya.
Kempul
E.
BENTUK PENYAJIAN GAMELAN AJENG UNTUK NGARAK
Terdapat
dua bentuk penyajian dalam kesenian ajeng seperti diutarakan abah Amo seorang
pelaku dalam kesenian ajeng, yaitu dimainkan diatas panggung dan dimainkan
dengan cara dipikul, Untuk penyajian diatas panggung menggunakan alat ajeng
yang jumlah kelengkapannya hampir sama dengan gamelan pelog, sedangkan yang
dipikul atau yang dikenal dipangasinan dengan sebutan gamelan ajeng untuk
ngarak panganten, terdiri dari bende, kendang alit dan ageung, kempul,
tarompet,
Pada
jaman dulu menurut abah Amo panganten diarak menggunakan kuda dan diiringi oleh
musik ajeng. Ada satu lagu ajeng yang khusus digunakan mengiringi tarian Dalam
prosesi ngarak panganten, yaitu disebut “soja”, dan tariannyapun disebut tari
soja.
Tari
soja adalah tarian penyambutan selamat datang kepada pengantin yang telah
diarak, ditarikan oleh 4, 6, atau 8 wanita yang, dan satu orang pria dengan
berpakaian adat sunda yaitu menggunakan kampret hitam celana pangsi hitam
dengan iket, dan dikenal dengan sebutan “Balenggo”
Gerakan
tari soja sangat sederhana yaitu melangkah kedepan tiga kali dengan tangan
melakakukan gerakan sungkem, kemudian mundur tiga langkah dengan gerankan
tangan yang sama yaitu gerakan sungkem.
Untuk
permainan ajeng dalam mengarak panganten melodi dibawakan oleh tarompet dan
biasakan membawakan lagu-lagu seperti ucing-ucingan, tepangsono, awi
ngarambat, serta geboy, dan masih banyak yang lainnya.
Gb. Tarian soja yang
dibawakan tiga orang penari pelaku
sejarah kesenian ajeng (dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
Jadi dapat disimpulkan kesenian ajeng untuk mengarak panganten
yang terdapat di Pangasinan menjadi tiga bagian penyajian yaitu:
1. Tatalu
Dalam
buku “Dasar-dasar Pangaweruh Padalangan
Wayang Golek Purwa Jawa barat” Supandi , Atik, dkk (1990:22) menjelaskan ”Tatalu nyaeta hiji tanggara pikeun anu rek
lalajo, embaran yen wayang golek rek dimimitian”
Tatalu dalam kesenian ajeng pun memiliki fungsi yang sama, yaitu
memberitahukan kepada khalayak masyarakat bahwa ngarak panganten akan segera
dimulai. Dalam memaikan tatalu dapat di analisis dan ditranskripsikan dari
rekaman yaitu satu bentuk transkrip tatalu yang dimainkan dengan tempo sedang,sbb:
ada
tiga tempo yang dimainkan dalam tatalu yaitu diawali dengan sedang kemudian
tempo cepat dan terakhir tempo yang sangat cepat, dan setiap perrmainan pada
tempo yang berbeda memiliki pola ritmik yang berbeda pula.
2. Lalaguan
Lalaguan yaitu saat
gamelan ajeng mengarak panganten membawakan lagu-lagu yang melodinya dimainkan
oleh tarompet, sedangkan alat lainnya mengikuti atau mengiringinya. Jadi bentuk
ritmiknyapun berbeda beda menyesuaikan dengan lagu yang dibawakan.
3. Soja
Yaitu gamelan ajeng
memainkan iringan untuk tarian Soja, dan transkrip adalah sebagai berikut;
F. SYAIR
LAGU
Kesenian
Ajeng dimainkan tanpa vokal tetapi melodi dibawakan oleh terompet. Dari hasil
wawancara didapat hanya beberapa judul lagu yang melodinya biasa dimainkan
terompet diantaranya Ucing-ucingan, tepang sono, awi ngarambat, geboy,
kajaksaan, Gegot, Layung langit, Palimanan, Lara-lara.
1.
Ucing ucingan
Ucing ucingan eta ucing belang tilu
Geuningan silih elingan ulah pegat
kana wengku
Ucing ucingan eta buntut panjang
diseritan
Geuningan silih elingan diajar kana
wiwitan
2. Syair lagu Gegot (jenis renggong alit, Laras salendro, Gerakan sedeng, Posisi mandiri, Papatet Sanga, Embat dua wilet)
Daun Nona daun Saga
Katuruban daun Awi
Teu ayeuna sugan jaga
Sugan aya damilik abdi
Piheuleuran geuning da daun cau
Kabawa mah jeung kararasna
Pileuleuyan mun pajauh
Ditinggalkeun wawaasna
Pileuleuyan mun pajauh
Ditinggalkeun geuning wawaasna
Katuruban daun Awi
Teu ayeuna sugan jaga
Sugan aya damilik abdi
Piheuleuran geuning da daun cau
Kabawa mah jeung kararasna
Pileuleuyan mun pajauh
Ditinggalkeun wawaasna
Pileuleuyan mun pajauh
Ditinggalkeun geuning wawaasna
3. syair lagu Kajaksan (Jenis renggong alit, laras salendro, gerakan sedeng, posisi mandiri, papatet singgul/loloran, embat leyepan)
Kebon seureuh geuning kebon eurih
tangkalna tangkalna rek dibeungkeutan
mun migawe repeh rapih
Timbulna kasalametan kasalametan
kapan abdi gaduh suweng
naha henteu naha henteu dipongpokan
kapan abdi keur baluweng
naha henteu dilongokan geuning teu dilongokan
tangkalna tangkalna rek dibeungkeutan
mun migawe repeh rapih
Timbulna kasalametan kasalametan
kapan abdi gaduh suweng
naha henteu naha henteu dipongpokan
kapan abdi keur baluweng
naha henteu dilongokan geuning teu dilongokan
4. Lara
lara (renggong ageung, laras madenda, gerakan antare, posisi karang nunggal, papatet tugu, embat leyepan)
Cihampelas gunung guntur
Saliara dikarangan
Mikawelas diri batur
Masing cara kasorangan
Cihampelas gunung guntur
Saliara dikarangan
Mikawelas diri batur
Masing cara kasorangan
Jangkrik coklat jangkrik kalung
kunu deureup dialana
Lamun niat hayang nulung
ulah ngarep pamulangna
Mihape sisir jeung minyak
Kade kaancloman leungeun
mihape pikir jeung niat
kade kaangsonan deungeun
Kade kaancloman leungeun
mihape pikir jeung niat
kade kaangsonan deungeun
5. syair lagu Palimanan (Jenis renggong alit, laras salendro, gerakan antare, posisi mandiri, papatet singgul/loloran, embat leyepan)
Manuk sapu manuk haur
enteup dina enteup dina luhur pager
Hirup anu jadi paur
Kulampah nu teu bener
Rincik rincik hujan leutik
Hujan poyan hujan poyan silantangan
Rintih apik gawe becik
Sok pinanggih kasenangan sok pinanggih kasenangan
Hirup anu jadi paur
Kulampah nu teu bener
Rincik rincik hujan leutik
Hujan poyan hujan poyan silantangan
Rintih apik gawe becik
Sok pinanggih kasenangan sok pinanggih kasenangan
6. syair lagu sulanjana (renggong ageung, laras salendro, gerakan antare, posisi mandiri, papatet manyura/singgul, embat leyepan)
Peso raut Peso cukur
Meser arit ti Ciamis
Runtut raut pada Batur
Sapapait samamanis
Runtut raut pada Batur
Sapapait samamanis samamanis
Meser arit ti Ciamis
Runtut raut pada Batur
Sapapait samamanis
Runtut raut pada Batur
Sapapait samamanis samamanis
Melalui
syair lagu menurut Meriam P Alan dapat dianalisa mengenai kondisi sosial
masyarakat pada saat itu. S yair-syair pada lagu-lagu di atas maka dapat diambil
kesimpulan, bahwa masyarakat di kampung Pangasinan masa lalu pada masa kesenian
ajeng masih hidup dan digemari oleh masyarakat, merupakan mayarakat yang taat
terhadap aturan adat istiadat sunda buhun.
Adat
istiadat sunda buhun adalah adat istiadat warisan nenek moyang yang turun temurun diwariskan kepada generasi
berukutnya, yaitu berupa pola pranata masyarakat yang berlaku dan dijunjung
tinggi di kampung pangasinan.
Dari
syair-syair lagu diatas dapat dianalisa sbb.
1 .
Lagu dalam bentuk
paparikan/wawangsalan
2 . Isi
lagu bersifat nasehat
3 .
Lagu berlaras salendro
G.
TIPOLOGI PENDUDUK
KAMPUNG PANGASINAN
Penduduk
asli kampung Pangasinan adalah masyarakat petani yang sangat kental dan masih
memegang adat istiadat nenek moyangnya dalam hal melaksanakan ritual-ritual.
Beberapa ritual yang masih dilaksanakan ritual diantaranya adalah:
1 . Ritual
sebelum menanam padi
2 . Ritual
mipit, yaitu ritual yang dilakukan secara individual pada saat sebelum panen
padi. Yaitu berupa persembahan kepada dewi pohaci dan dewi sri atas karunia
padi yang akan dipanen.
3 Ritual
Babarit (ritual ruat bumi), yaitu ritual yang dilaksanakan secara kolektif oleh
semua penduduk kampung, yaitu ucapan syukur kepada Tuhan atas anugerah yang
diberikan yaitu tanah yang subur.
Penduduk pangasinan asli secara garis
keturunan merupan satu keluarga besar dari abah Raid dan istrinya yaitu ema Ratna, dan hampir separuhnya masih
memiliki garis kekerabatan. Dan para pelaku seni di pangasinan seluruhnya
adalah kerabat atau soudara.
Pada saat ada hajatan pernikahan salah
seorang kerabat, dan kemudian mengadakan
hiburan degung atau wayang golek maka dapat dipastikan semua pemainnya adalah
saudara dan kerabatnya, dari pemain musiknya sindennya juga dalangnya.
Tercatat nama abah Ucang merupakan salah
seorang yang memiliki kemampuan memainkan hampir semua alat musik gamelan
dengan baik. Dan masih banyak yang lainnya seperti Haji Sailin, Bpk Ato, mang
Agus, kemudian untuk sinden, yaitu ma
isah yang merupakan istri dari bpk Ato dan bi Kokom yang merupakan istri dari
Dalang Nunung.
Gamelan ajeng saat ini disimpan
diruangan khusus dalam sebuah rumah yang dibangun untuk menyimpan
gamelan-gamelan peninggalan dari masa abah Raid, serta peninggalan abah Ucang.
Dalam ruang tersebut disimpan sisa
gamelan ajeng terdiri dari beberapa buah kempul, kendang, goong dan sebuah
ranjang lengkap dengan kasur, sprei dan bantal yang merupakan ranjang
peninggalan abah Raid, dan ditempatkan diatas kasur sebuah golek bima serta
terdapat dupa dan tepat sesajian.
Kamar Abah Raid dan sekaligus tempat
penyimpanan gamelan ajeng
(dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
gambar Sisa sisa gamelan ajeng untuk mengiringi
pagelaran wayang kulit
(dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
(dokumentasi Yudi WW 30 April 2012 ):
Gamelan ajeng dikampung pangasinan
dikeramatkan, namun hingga kini masih dimainkan dalam beberapa momen seperti
perayaan Agustusan, dan festival kesenian rakyat di kabupaten Karawang.
H.
KLASIFIKASI KESENIAN
AJENG
Kesenian
ajeng merupakan merupakan ensambel musik dari berbagai jenis alat musik seperti
idiophone, membranophone, dan aerophone. Dalam situs ensiklopedia jakarta,
menuliskan bahwa gamelan Ajeng dipengaruhi oleh gamelan Bali, hal ini
dimungkinkan karena ada satu alat ajeng
yang disebut kecemes yang mungkin meniru gamelan bali yang disebut pencek.
Pencek
dalam gamelan Bali, adalah alat musik yang berpasangan, seperti simbal pada
alat drum band. Satu gamelan pencek selalu ada dua bilah, sedangkan kecemes
merupakan kesatuan dari alat musik bende. Dan musik bende selalu berpasangan
dengan alat musik yang disebut kecemes tersebut yang bentuknya mirip dengan pencek.
Gb.
Pencek dari Bali yang mempengaruhi gamelan ajeng yaitu kecemes
Gb.
Kecemes
I. Peran/Status
Musisi
Musisi
yang ada di Kampung Pangasinan merupakan keturunan dari Abah Raid dan mereka
memiliki status ekonomi yang mapan, sehingga bermain musik bukan menjadi mata
pencaharian pokok, melainkan hanya sambilan.
Abah
Raid menurut garis keturunan merupakan kerabat dari Ki Ronggowaluyo, yaitu
tokoh di kabupaten Karawang dan pernah
menjabat bupati karawang dan purwakarta, sehingaga musisi di Pangasinan
dihormati dihargai sebai musisi baik oleh masyarakat Pangasinan maupun di luar
Pangasinan, karna mereka memiliki status ekonomi yang mapan dan juga status
keturunan yang dihormati dan disegani, serta
kemampuan sebagai musisi yang oleh masyarakatnya dinilai sebagai spesialisasi.
Yang artinya tidak semua orang bisa menjadi musisi. seperti yang dikemukakan
Merriam, P Alan (1964:182) yang saya gambargan dalam bentuk diagram
Musisi
kesenian ajeng di Pangasinan sudah ada spesialisasi khusus untuk alat musik
tarompet, namun untuk alat musik lainnya tidak ada spesialisasi, pemain kendang
bisa juga memainkan bende, atau kempul demikian sebaliknya, tidak adanya
spesialisasi menurut Nettl, Bruno (1956:10):
merupakan ciri dari grup primitif
"Grup primitif yg
khas tidak punya spesialisasi,
divisi tugasnya hampir
secara eksklusif bergantung pada jenis
kelamin dan kadang-kadang pada usia,
jarang pada individu tertentu memiliki
kemampuan/pandai dalam satu
teknik pada derajat berbeda, seluruh wanita melakukan hal-hal yg sama
setiap hari, dan aktifitas-aktifitas
laki-laki biasanya sama rata seluruhnya. Jadi lagu-lagu yg sama
diketahuin oleh seluruh anggota grup, dan
ada sedikit spesialisasi dalam
komposisi, penampilan atau pembentukan instrumen"
Walau
tidak ada spesialisasi untuk musisi yang meminkan kendang, bende, dan kempul,
namun mereka memiliki ketrampilan memainkan waditra dengan sangat baik atau profesional dalam
meminkan waditra, namun tidak profeional dalam hal ekonomi, karena musisi tidak menjadikan kesenian ajeng sebagai mata
pencaharian pokok..
\
J. FUNGSI
MUSIK DALAM HUBUNGAN ASPEK-ASPEK KULTUR DI PANGASINAN
Dari
hasil penulusuran dapat dideskripsikan bahwa musik di kampung pangasinan
memiliki beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek
sakral
Musik dalam kontek
sakral di kampung Pangasinan ditujukan pada wayang kullit dengan iringan
gamelan ajeng, yang dulu biasa difungsikan untuk menolak bala, atau biasa
disebut ruatan.
Ruatan bisanya
dilaksanakan pada momen tertentu dan khusus, seperti ruatan bagi anak tunggal,
2. Aspek
Hiburan
Musik dalam kultur
kampung pangasinan sebagai aspek hiburan bagi masyarakatnya juga bagi para
musisinya, karna musik jaman dahulu
biasa dimainkan hampir setiap
malam minggu dalam rangka latihan, namun masyarakat banyak yang datang
menikmatinya. Dan proses latihan bisanya dilakukan dibeanda rumah
3. Aspek
Status Sosial
Pada jaman dulum
masyarakat yang mampu menampilkan hiburan kesenian baik wayang kulit, ajeng,
wayang golek dan yang lainnya dalam perayaan pernikahan atau khitanan, akan
meningkatkan status sosialnya dalam masyarakat sebagai orang yang mampu. Dan
tidak jarang bagi masyarakat di Pangasinan yang mampu, pada saat perayaan
pernikahan anaknya melaksanakan hiburan sampai tiga malam.
K. MUSIK
SEBAGAI AKTIFITAS KREATIF
Musik
di kampung Pangasinan pada jaman dulu mejadi aktifitas kreatif bagi para
musisinya. Kreatifitas musisi yang rata-rata pria ini berkembang dalam bentuk
pewarisan yan dilakukan kepada kaum wanita dari cucu-cucu Abah raid. Dan ini
berlangsung dimasa Abah Ucang selaku pewaris gamelan dari abah Raid.
Cucu-cucu
wanita dilatih memainkan gamelan degung setiap malam minggu di beranda rumah
abah ucang. dan terbentuklah grup degung yang dimainkan oleh cucu-cucu abah
Raid, diantaranya ma Eem, ma Aam, wa Isah, bi Opon, bi Nyai.
L.
PENUTUP
Suguh
sangat disayangkan sepeninggal wafatnya Bpk. Ucang gamelan-gamelan yang ada
hanya tersimpan tanpa ada yang melanjutkan untuk melestarikan. Hal ini terjadi
karena anak dari Bpk. Ucang yang mendapat warisan gamen tersebut yaitu Mang Ece
sama sekali tidak mengerti tentang seni gamelan. Sementara adik dari mang Ece,
yaitu ibu Ratnawati lulusan dari SMKI, namun sangat disayangkan jurusan yang
diambilnya adalah seni tari.
Sementara
hasil wawancara dengan mang Agus yang merupakan putra abah Amo yang menikah
dengan ma Oyeh yang merupakan putri dari Abah Raid, berkenaan tentang kevakuman
kesenian di Pangasinan, beliau berpendapat bahwa ada sedikit ketidak nyamanan
atau rikuh jika dia tampil untuk memajukan kembali kesenian di Pangsinan. Karna
seluruh gamelan ada di pihak putra-putri bpk. Ucang.
Pangasasinan
merupan bentuk kampung seni seperti yang diungkap oleh Brunno Nettl, bahwa
bentuk pewarisan seni tradisi dari satu kultur dilakukan dalam bentuk pewarisan
secara lisan karna dari hasil penulusuran tidak ditemukan bentuk tulisan dalam
pewarisannya. Selain itu Buruno Nettl menjelaskan bentuk pewarisan dapat
terjadi berdasarkan garis keturunan. Dan hal inilah yang terjadi di Kampung
Pangasinan, hampir semua pemain musik adalah kerabat satu keturunan dari abah
Raid.
Kesenin
di kampung Pangasinan sekarang hanya
tinggal menunggu waktu, hilang lenyap ditelan jaman. Saat ini masih ada artefak
berupa alat-alat gamelan, serta ada beberapa pelaku sejarah kesenian ajeng yang
masih hidup. Namun untuk satu, dua atau tiga tahun kedepan jika semua pelaku
sejarah kesenian ajeng meninggal, maka tamatlah sudah salah satu bentuk
kesenian yang tercatat pernah ada di Kab. Karawang yang bernama kesenian ajeng.
DAFTAR PUSTAKA
Bruno, Nettl, (1964). Theory
And Method In Ethnomusicologi. London : The Free Press of Glencoe Collier
Macmillan Limited
Meriam, P Alan (1964) The
Anthropology of Music, America : Northwestern Univesity Press
Supandi, Atik, dkk (1990) Dasar dasar Pangaweruh Padalangan Wayang
Golek Purwa Jawa Barat, Bandung :
Provinsi Jawa Barat
Langganan:
Postingan (Atom)